Minggu, 19 Januari 2014

KOPERASI SEBAGAI SOKOGURU PEREKONOMIAN INDONESIA


KOPERASI SEBAGAI SOKOGURU PEREKONOMIAN INDONESIA

Perekonomian merupakan permasalahan yang begitu kompleks dalam kehidupan ini. Berbagai bentuk usaha diperlukan sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Di antaranya adalah Koperasi. Koperasi Indonesia sebenarnya merupakan salah satu badan usaha yang ada dalam perekonomian Indonesia. Keberadaannya diharapkan dapat banyak berperan aktif dalam mewujudkan kesejahteraan dana kemakmuran rakyat. Namun di era reformasi ini keberadaannya banyak dipertanyakan, bahkan seringkali ada yang mengatakan sudah tidak terlalu terdengar lagi dan apakah masih sesuai sebagai salah satu badan usaha yang berciri demokrasi dan dimiliki oleh orang per orang dalam satu kumpulan, bukannya jumlah modal yang disetor seperti badan usaha lainnya. Padahal Koperasi diharapkan menjadi soko guru (tulang punggung) perekonomian nasional.
Koperasi di Masa Lalu
Pada awal mulanya Koperasi dibentuk oleh masyarakat Indonesia yang dimulai di Purwokerto dan terus berkembang pula di Tasikmalaya dan daerah-daerah lainnya.  Namun dalam perjalanan selanjutnya inisiatif perkembangannya banyak dilakukan oleh Pemerintah, sehingga timbul kesan bahwa Koperasi hanya merupakan alat Pemerintah untuk kepentingan politiknya. Sejak adanya Lembaga Menteri Muda Urusan Koperasi yang meningkat menjadi Kementrian Koperasi, koperasi dikembangkan dengan sistem “top down – bottom up” memberikan fasilitas dan kemudahan dari atas, bahkan ada kalanya yang mengatakan perjalanan koperasi saat itu berjlana secara tuntas. Maksudnya adalah dituntun dari atas.
Hal itu dengan harapan adanya pertumbuhan kelembagaan dari bawah. Ternyata harapan tersebut tidak tercapai walaupun telah diupayakan melalui program Koperasi Mandiri. Kelembagaan Koperasi seperti rapuh karena mengutamakan fasilitas usaha yang banyak dimanfaatkan oleh sekelompok pengurusnya tanpa ada keterkaitan usaha dengan anggotanya, titik jenuh pengembangan Koperasi nasional terjadi diawal reformasi karena pengembangan usaha yang berlebihan, yang tidak  didukung dengan kekuatan kelembagaan yang memadai. Koperasi semakin surut  dan tidak menarik lagi bagi mass media untuk bahan pemberitaannya, disisi lain harapan untuk mensinergikan Usaha Kecil dan Menengah dengan Koperasi dirasakan malah meminggirkan Koperasi, perbincangan nasional mengenai Pembinaan Pengusaha Kecil terus berkembang menjadi Usaha Kecil Mengengah bahkan Pimpinan Kementrian Koperasi dan UKM jarang berbicara Koperasi yang ditampilkan UKM yang terus berkembang menjadi Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Melihat kondisi demikian ini rasanya Koperasi semakin terpinggirkan.

UU 1945 Pasal 33 memandang koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional, yang kemudian semakin dipertegas dalam pasal 4 UU No. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian. Menurut M. Hatta sebagai pelopor pasal 33 UUD 1945 tersebut, koperasi dijadikan sebagai sokoguru perekonomian nasional karena:
1.     Koperasi mendidik sikap self helping
2.     Koperasi mempunyai sifat kemasyarakatan , dimana kepentingan masyrakat harus lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi dan golongan sendiri
3.     Koperasi digali dan dikembangkan dari budaya asli Indonesia
4.     Koperasi menentang segala paham yang berbau individualism dan kapitalisme
dalam era globalisasi ekonomi sekarang, koperasi tetap dipandang sebagai sokoguru perekonomian nasional. Hal ini tidak terlepas dari jatidiri koperasi itu sendiri dalam gerakan dan cara kerjanya selalu mengandung unsur-unsur yang terdapat dalam asas-asas pembangunan nasional seperti yang termaktub dalam GBHN. Ada azas pembangunan nasional yang harus diperhatikan dalam setiap pelaksanaan pembangunan (GBHN, 1988) yaitu:
1. Asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral dan etik dalam rangka pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasila.
2. Asas manfaat, mengandung arti bahwa segala usaha dan kegiatan   pembangunan nasional memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan pribadi warga Negara serta mengutamakan kelestarian nilai-nilai luhur budaya bangsa dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam rangka pembangunan dan berkelanjutan. Watak ekonomi dan sosial yang melekat pada  jati diri koperasi seperti yang akan diuraikan kemudian, memperjelas fakta bahwa nilai-nilai asas manfaat ini sangat melekat pada institusi koperasi. Dalam koperasi usaha-usaha yang ditangani harus bermanfaat dan ditujukan demi peningkatan kesejahteraan anggotanya.
3. Azas demokrasi Pancasila, mengandung arti bahwa upaya pencapaian tujuan pembangunan nasioonal meliputi seluruh kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dilakukan dengan semangat gotong royong , persatuan dan kesatuan nilai musyawarah untuk mencapai mufakat. Asas ini sangat tercermin dalam diri koperasi terutama dalam Rapat Anggota.
4. Azas adil dan merata, mengandung arti bahwa pembangunan nasional yang diselenggarakan sebagi usaha bersama harus merata di semua lapisan masyarakat dan seluruh wilayah tanah air, dimana setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan berperan dan menikmati hasil-hasilnya secara adil yang diberikan kepada bangsa dan Negara.
5. Azas keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan, mengandung arti bahwa dalam pembangunan nasional harus ada kesimbangan antara berbagai kepentingan, yaitu keseimbangan, keserasian, keselarasan, antara kepentingan dunia dan akhirat, material dan spiritual, jiwa dan raga individu. Masyarakat dan Negara, pusat dan daerah, serta antar daerah , kepentingan perikehidupan darat, laut, udara dan dirgantara serta kepentingan nasional dan internasioanal. Koperasi selain mengutamakan kepentingan pribadi anggotanya juga memikirkan kepentingan umum. Hal ini dapat dilihat bahwa setiap koperasi senantiasa mencanangkan di dalam Anggaran Dasarnya ketentuan-ketentuan tentang penggunaan SHU-nya untuk kepentingan masyarakat dilingkungan di mana koperasi itu berada.
6. Azas kesadaran Hukum, mengandung arti bahwa dalam penyelenggaraan pembangunan nasional setiap warga negara dan penyelenggara negara harus taat pada hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran , serta negara diwajibkan untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum.
7. Azas kemandirian, mengandung arti bahwa pembangunan nasional harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan sendiri serta bersendikan kepada kepribadian bangsa. Asas ini juga merupakan salah satu sendi koperasi yaitu swadaya, swakerta dan swasembada sebagai pencerminan daripada prinsip dasar percaya pada diri sendiri. Dengan demikian asas ini juga melekat pada institusi koperasi.
8. Asas   kejuangan, mengandung arti bahwa dalam penyelenggaraan pembangunan nasional penyelenggara negara dan masyarakat harus mempunyai mental, tekad, jiwa dan semangat pengabdian serta ketaatan dan disiplin yang tinggi dengan lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan atau golongan. Dalam koperasi asas ini sangat jelas terlihat pada visi koperasi yaitu satu untuk semua dan semua untuk satu.
9. Asas ilmu pengetahuan dan teknologi, mengandung arti bahwa agar pembangunan nasional dapat memberikan kesejahteraan lahir batin yang setinggi-tingginya, penyelenggaraannya perlu menerapkan nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi secara seksama dan bertanggung jawab memperhatikan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Dalam perkembangan usaha dan  lembaganya, dari seluruh rangkaian asas pembangunan nasional di atas dapat di lihat bahwa posisi dan kedudukan koperasi dalam UUD 1945 dan GBHN adalah sangat strategis dalam upaya mencapai masyarakat adil dan makmur sesuai dengan pancasila

Tidak ada komentar:

Posting Komentar