Jumat, 11 April 2014

PERLINDUNGAN HUKUM USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM)



PERLINDUNGAN HUKUM USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM)
DARI DAMPAK ADANYA PERJANJIAN ASEAN-CHINA FREE TRADE
AREA (ACFTA)

Ari Ratna Kurniastuti1, Afifah Kusumadara2, Setyo Widagdo3.
Magister Ilmu Hukum (S2) Fakultas Hukum
Universitas Brawijawa Malang

Perjanjian ACFT merupakan bentuk perjanjian Free Trade Area (FTA) dimana setiap anggota tidak diperbolehkan mendiskriminasikan negara anggota lainnya ) yang diatur dalam Artikel I GATT-WTO Agreement. Sebagai anggota WTO Indonesia dan anggota ASEAN lainnya wajib tunduk terhadap semua ketentuan WTO dan diperkenankan untuk membuat perjanjian ACFTA sebagai penyimpangan prinsip WTO. Pada tahun 1947  dilakuakan perbaikan terhadap GATT-WTO Agreement  yang bertujuan untuk menyesuaikan  perkembangan perdagangan internasional. Akibat gagalnya perundingan WTO pada tahun 2005 di Doha dan 2009 di Jenewa, Pemerintahan Indonesia menandatangani FTA pada tingkat regional yaitu AFTA yang merupakan FTA antara negara ASEAN sendiri dan ASEAN dengan negara lain atau
kawasan/region yang lain.

Pada tahun 1947 dibuatlah perjanjian GAAT sebagai  aturan perdagangan internasioal sebagai sarana mencegah terjadinya perang dunia yang diakibatkan dari perdagangan. Perjanjian internasional dirumuskan sebagai kata sepakat antara dua atau lebih subyek hukum internasional yaitu negara, tahta suci, kelompok pembebasan, organisasi internasional mengenai suatu obyek tertentu yang dirumuskan secara tertulis dan tunduk pada atau yang diatur oleh hukum internasional.

Perjanjian Internasional antara negara dengan organisasi internasional diatur dalam Konvensi Wina 1986. Hasil Konvensi Wina 1986 menghasilkan ratifikasi yang dapat diartikan sebagai pengesahan, tindakan konfirmasi formal, penerimaan, persetujuan dan aksesi. Perjanjian mulai berlaku pada tanggal penandatanganan, sehingga perjanjian langsung sah dan berlaku di negara yang telah ditandatanganinya.


Indonesia memiliki Undang-undang yang khusus mengatur tentang perjanjian internasional yaitu UU No. 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional yang di dalamnya juga mengatur mengenai pengesahan perjanjian Internasional ke dalam hukum Nasional. Pasal 3 UU No. 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional menyatakan, Pemerintah Republik Indonesia mengikatkan diri pada perjanjian internasional melalui cara-cara sebagai berikut :
1.      Penandatangan
2.       Pengesahan
3.       Pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatic
4.       Cara-cara lain sebagaimana disepakati para pihak dalam perjanjian internasional.

Selain itu Indonesia sering menggunakan politik hukum ratifikasi transformasi formal yaitu UU atau Perpres pengesahannya hanya berisi menetapkan atau mengesahkan sebuah perjanjian internasional, sehingga memiliki kelemahan yaitu lampiran tidak dianggap peraturan perundang-undangan walaupun sudah dinyatakan sebagai lampiran, berbeda apabila perjanjian internasional ini ditransformasikan dalam suatu UU atau perpres dalam bentuk pasal per pasal.
Adapun Status Perjanjian ACFTA dapat berlaku di Indonesia dikarenakan beberapa alasan yaitu:

1.     perjanjian ini sudah melalui 3 tahapan yaitu perundingan, penandatanganan dan pengesahan.
2.    meskipun dalam Keppres pengesahannya hanya menjadikan Perjanjian ACFTA ini lampiran yang dinyatakan tidak dapat dipisahkan dan dianggap transformasi setengah hati atau pengakuan inkorporasi yang sembunyi-sembunyi tetapi tetap bisa dianggap berlaku karena memang kenyataannya Indonesia mengikuti transformasi, inkorporasi sekaligus.

Sektor pertanian termasuk perkebunan merupakan UMKM yang cukup besar jumlahnya di Indonesia, dan sektor ini merupakan salah satu yang terdampak dengan adanya perjanjian ACFTA. Kondisi ini menyebabkan bermunculannya peraturan perundang-undangan yang tujuan memproteksi petani sebagai salah satu bentuk UMKM. Sebagai contoh  Gubernur Jawa Timur menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) No 78 Tahun 2012 yang melarang impor seluruh produk hortikultura masuk ke wilayah Jawa Timur yang bertujuan membentengi seluruh produk petani dari serbuan produk hortikultura impor. Akan tetapi tidak semua produk dilarang masuk, hanya produk yang dimiliki oleh petani JawaTimur.

Melihat pentingnya sektor ini untuk masyarakat, maka Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) yang membatasi impor hortikultura dengan dikeluarkannya Permentan nomer 60 Tahun 2012 dan Permendag No 60/2012 soal impor hortikultura. Dalam lampiran Permendag No. 60/MDAG/ PER/9/2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30/M-DAG/PER/5/2012 Tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura menyebutkan larangan terhadap 6 buah impor durian, nanas, melon, pisang, mangga dan pepaya masuk ke Indonesia. Selain keenam buah tersebut, pemerintah juga melarang impor 4 jenis sayur yaitu kubis, wortel, cabe, kentang, dan 3 Jenis bunga impor yaitu krisan, anggrek, heliconia. Pembatasan ini jika dikaitkan dengan Perjanjian ACFTA ini juga melanggar, sebab buah-buahan termasuk Early Harvest product (EHP) yang tarifnya sudah 0% sejak 1 Januari 2010 dan juga tidak ada pembatasan kuota. China belum pernah melaporkan untuk menuntut ini, tetapi pelaporan AS menunjukkan bahwa adanya peraturan yang demikian dapat memicu konflik dengan negara lain sebab mengindikasikan adanya
pengingkaran terhadap perjanjian internasional. Pembatasan kuota atau kenaikan tarif diberbolehkan dengan syarat-syarat tertentu sesuai dengan Artikel XXIX GATT-WTO Agreement.

Permen dan Pergub yang membatasi impor hortikultura ini tidak dapat dibenarkan karena dapat menimbulkan pelanggaran pada perjanjian internasional yang meliberalisasikan perdagangan yaitu Perjanjian ACFTA atau perjanjian FTA dan perjanjian WTO.  Dari pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa sebaiknya tidak menjadikan hukum nasional sebagai alasan pembenar untuk mengesampingkan suatu perjanjian internasional ataupun menjadi alasan pembenar atas pelanggaran atau kegagalan dalam melaksanakan perjanjian internasional. Oleh sebab itu perlu dirumuskan perlindungan hukum terhadap UMKM yang ideal sehingga tidak bertentangan dengan perjanjian internasional yang telah disepakati indonesia tetapi tetap dapat memberikan perlindungan yang maksimal untuk UMKM.

Untuk itu perlindungan hukum yang ideal terhadap UMKM dari dampak berlakunya
perjanjian ACFTA dan Perjanjian perdagangan Internasional lainnya adalah :
1.      Safeguard adalah poin penting dalam perlindungan hukum industri lokal yang dirubah menjadi sebuah UU sebagai payung hukum atas perlindungan kepada industri lokal.
2.      Perbaikan regulasi pemberiaan kredit/pembiayaan terhadap industri lokal, karena bukan hanya hukum yang harus ada sebagai benteng UMKM tetapi modal juga diperlukan untuk bersaing di perdagangan bebas.
3.      Adanya koreksi atas perda atau permen yang bertujuan mencegah proteksi  yang bertentangan dengan perjanjian Internasional sesuai dengan artikel XIX GATT-WTO Agreement.

Daftar Pustaka


Buku dan Jurnal :
Daeng dan Rika. Menggugat Perjanjian Kerjasama ASEAN-China, Global Justice Update,
Tahun ke 7/Edisi ke – 4 Desember 2009.
Daeng, Jebakan ASEAN dalam Komitmen Ambisius 2010, Free Trade Watch : Mewujudkan
Keadilan Ekonomi, Volume III/Edisi Oktober 2010.
Daeng, Menyoal Pelanggaran Konstitusi dalam ACFTA, Free Trade Watch : Mewujudkan
Keadilan Ekonomi, Volume I/Edisi April 2011.
Damos Dumoli Agusman.Hukum Perjanjian Internasional (Kajian Teori dan Praktik
Indonesia). Bandung : Refika Aditama, 2010.
I Wayan Parthiana. Hukum Perjanjian Internasional (Bagian 1). Bandung : Mandar Maju,
2002.
_______________ Hukum Perjanjian Internasional (Bagian 2). Bandung : Mandar Maju,
2005.
Ina Primiana. Menggerakkan Sektor Riil UKM dan Industri. Bandung : Alfabeta, 2009.
Indah Suksmaningsih. Kaidah Internasional dalam Hukum Indonesia : Peluang yang Tidak
Dimanfaatkan, Global Justice Update, Tahun ke 7/Edisi ke – 4 Desember 2009.
Johnny Ibrahim. Pendekatan Ekonomi Terhadap Hukum : Teori dan Implikasi Penerapannya
dalam Penegakan Hukum. Surabaya : CV. Putra Media Nusantara & ITS Press, 2009.
_____________ Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang : Bayu Media
Publishing, 2010.
Keraf, A. Sonny.Etika Bisnis : Tuntutan dan Relevansinya.Yogyakarta : Kanisius, 1998.
Lopez Rodriguez Ana Mercedes. Lex Mercatoria. School of Law, Departement of Private
Law University of Aarhus, 2002.
Mansour Fakih. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Jogjakarta : Pustaka Pelajar,
2001.
Mikhael Dua. Filsafat Ekonomi : Upaya Mencari Kesejahteraan Bersama. Yogyakarta :
Kanisius, 2008.
Mohammad Sood. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2011.
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana, 2005.
26
Salvatore, Dominick. Ekonomi Internasional. Jakarta : Penerbit Erlangga, 1995.
Sihombing, Jonker. Peran dan Aspek Hukum dalam Pembangunan Ekonomi. Bandung : PT.
Alumni, 2000.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta : Rajawali Pers,
1985.
Sri Rejeki Hartono. Hukum Ekonomi Indonesia. Malang : Bayumedia, 2007.
Sukarmi. Regulasi Anti di Bawah Bayang-Bayang Pasar Bebas. Jakarta : Sinar Grafika, 2002.
T. May Rudy.Hukum Internasional 1.Bandung : Refika Aditama, 2006.
___________ Hukum Internasional 2. Bandung : Refika Aditama, 2009.

Internet dan Surat Kabar
Abdul Rosid, Modul Manajemen UKM : UKM di Indonesia dan Peranan UKM,
pksm.mercubuana.ac.id/new/.../files.../31013-3-478126269633.doc, diakses
tanggal 8 Mei 2012
Afifah Kusumadara, The Role of Law in Indonesian Economic Development, hlm.18 – 21
http://karyatulishukum.files.wordpress.com/2011/06/secured-kedudukanhukum-
sbg-alat-pembangunan-ekonomi.pdf, diakses tanggal 1 Maret 2013
Amrie Hakim, Dasar Hukum Pemberlakuan ACFTA, http://www.hukumonline.com
/klinik/detail/lt4b04bef2aa8ee/dasar-hukum-pemberlakuan-acfta, diakses tanggal
4 Desember 2012
Anggi H, Produk China vs Produk Lokal, 12 November 2012,
http://anggih91.wordpress.com/2012/11/12/produk-china-vs-produk-lokal/,
diakses tanggal 25 Desember 2012.
bn/ko, ACFTA Ancam Empat Industri Padat Karya, Surabaya Pagi, 28 Januari 2010, hlm.
10 kolom 4-5
Departemen Perdagangan, agustus 2005, http://www.ditjenkpi.go.id, diakses tanggal 13
Maret 2013.
Fatkhurrrohman Taufiq, Tempo interaktif, 2 Maret 2012, Jawa Timur Larang Impor
Hortikultura, http://www.tempo.co/read/news/2012/03/02/180387611/Jawa-
Timur-Larang-Impor-Hortikultura, diakses tanggal 7 Maret 2013
Huala, Adolf, Labelisasi Standar dalam Menyikapi ACFTA, http://korantempo.com/
korantempo/koran/2010/10/01/Opini/krn.20101001.213309, diakses tanggal
12 Maret 2013
27
Hukum Online, Pengujian UU Ratifikasi Piagam ASEAN Kandas, 26 feb 2013,
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt512cb1408c03e/pengujian-uuratifikasi-
piagam-asean-kandas, diakses 26 maret 2013
Ibnu Purna, Hamidi, Prima, ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif,
http://www.setneg.go.id/index.php?option=comcontent&task=view&id=4375&I
temid=29, diakses tanggal 7 Mei 2012
Inggried Dwi Wedhaswary, Produk China “Bombardir” Indonesia. Apa Kabar Produk Lokal,
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/01/09/10134596/Produk.China.
Bombardir. Indonesia.Apa.Kabar.Produk.Lokal, diakses tanggal 28 Mei 2012
Jn, Masalah yang Dihadapi dalam Pemberian Kredit Perbankan, Surabaya Pagi, 18 Februari
2011, hlm. 19, kolom 2-3
Mohd. Burhan Tsani. Status Hukum Internasional dan Perjanjian Internasional dalam Hukum
Nasional Republik Indonesia (dalam prespektif Hukum Tata Negara)
http://damosdumoli.blogspot.com/2009/03/status-hukum-internasional
dan_12.html, diakses tanggal 11 Januari 2013.
Wikipedia, Perdagangan, http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan, diakses tanggal 20 Mei
2012
World Trade Organization, Trading into the Future : Introduction to the WTO. Beyond the
Agreements. Regionalism - Friends or Rivals?, hlm.1 http://www.wto.org/english/
thewto_e/whatis_e /tif_e/bey_e.htm, diakses tanggal 8 Mei 2012.

Peraturan Perundang-undangan :
Kovensi Wina 1986
Artikel I GATT-WTO Agreement
Pasal 3 artikel XXIV GATT-WTO Agreement
Piagam ASEAN
Framework Agreement On Comprehensive Economic Co-Operation Between The Association Of South
East Asian Nations And The People's Republic Of China
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 117/PMK.011/2012 tentang Penetapan
Tarif Bea Masuk Dalam Rangka ACFTA



Nama :
  1. Muhammad nur alfajri
  2. Dana achmadi
  3. Hamzah mutakin
  4. Viki setiadi
Kelas : 2EB08

Hambatan Aksesibilitas Masyarakat Terhadap Hak Keadilan Perdata


Hambatan Aksesibilitas Masyarakat
Terhadap Hak Keadilan Perdata*

Fajri Matahati Muhammadin
Rizky Wirastomo
Tata Wijayanta
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Jl. Sosio Justicia Bulaksumur Yogyakarta


Peradilan perdata digunakan untuk mempertahankan kebenaran hukum formil dan difungsikan sebagai forum legal yang dapat digunakan  untuk mempersengketakan perselisihan antara dua pihak yang berselisih. Akan tetapi, terkadang biaya yang harus dikeluarkan  untuk mencapai suatu keadilan bagi pihak yang bersengketa terlalu mahal dan tidak sepadan dengan nilai hak yang dituntut. Biaya-biaya tersebut berupa biaya jasa penasihat hukum,ongkos perkara dan biaya lain-lain.

Selanjutnya, rata-rata biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak yang akan beperkara di pengadilan negeri saja sudah mencapai sekitar setengah juta rupiah. Ini belum termasuk menghitung hal-hal lainnya yang terkait sita jaminan, eksekusi, persidangan yang berlarut-larut
hingga ke Mahkamah Agung yang dapat mencapai bahkan hingga puluhan juta rupiah.  Tidak semua hubungan hukum yang dipersengketakan memiliki nilai riil yang besar. Bahkan, biaya peradilan yang harus dikeluarkan oleh para pihak melebihi nilai objek sengketa.


Berikut Diagram Alur Sederhana Hukum Acara Perdata di Indonesia
Apabila peradilan menjadi tempat yang mahal hanya untuk menyelesaikan sengketa yang nilainya lebih besar untuk membiayai peradilan , maka negara telah gagal memberikan rasa keadilan sebagai suatu hak asasi manusia untuk rakyatnya. Oleh sebab itu, mahalnya biaya yang dikeluarkan maka banyak pihak yang berpaling kepada institusi hukum adat setempat yang dianggap lebih murah, misalnya musyawarah dan penyelesaian secara  kekeluargaan.

Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk memberikan keterangan apakah ongkos perkara yang harus ditanggung masyarakat, baik ongkos materiil maupun immateriil, dan apabila tidak sebanding, tentu masyarakat enggan mencari keadilan ke lembaga-lembaga yudisial melainkan keadilan alternatif yaitu dengan cara kekeluargaan atau adat.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini disusun
sebagai berikut: (1)
1.     Apakah aksesibilitas ke lembaga peradilan merupakan suatu hak asasi?
2.     Apakah aksesibilitas masyarakat ke lembaga peradilan saat ini sudah mencukupi selayaknya konsekuensi suatu hak asasi?

Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian normatif-empiris di mana dalam penelitian ini juga membahas efektivitas hukum acara yang saat ini berlaku dalam memenuhi hak akses ke keadilan bagi masyarakat.  Karena penelitian yang digunakan adalah normatif-empiris,  maka data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.  Untuk mendapatkan data primer dapat dilakukan dengan cara wawancara dan survey. Data primer pertama yang berupa wawancara diambil dengan cara purposive sampling.  Data primer kedua (survey) diambil dengan cara quota sampling. Adapun pengumpulan data primer kedua dilaksanakan dengan menyebarkan dua jenis model survey.

Dalam kedua jenis model survey ini masyarakat umum dipilih secara acak untuk ditanyai persepsi mereka mengenai badan peradilan di Indonesia, berapa besar nilai perjanjian yang umumnya mereka lakukan, dan apa saja mekanisme yang pernah/biasa/akan mereka tempuh saat terjadi sengketa. Survey Model A disebarkan untuk mendapatkan gambaran persepsi masyarakat mengenai badan peradilan perdata baik sebelum maupun setelah dipapar informasi mengenai proses acara pengadilan. Survey Model A ini diajukan dalam dua bagian.

Pertanyaan-pertanyaan di halaman pertama dimaksudkan untuk mengukur persepsi responden berdasarkan prior knowledge mereka.14 Adapun halaman kedua berisi informasi umum mengenai proses acara peradilan perdata. Setelah responden membaca informasi umum, responden diminta untuk mengisi kembali persepsimereka mengenai badan peradilan. Data kemudian akan diolah untuk mengetahui apakah setelah dipapar informasi yang akurat persepsi responden akan berubah.

Survey Model B disebarkan kepada responden yang pernah mengalami sengketa perdata bernilai kecil (di bawah 15 juta rupiah). Survey ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data seberapa banyak responden yang pernah mendaftarkan gugatan perdata ke pengadilan negeri untuk sengketa kecil. Selain itu, dari survey ini juga akan didapatkan data apakah responden yang memilih untuk tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mendapatkan hasil yang memuaskan dari alternatif penyelesaian sengketa yang mereka pilih.

Dalam data sekunder digunakan tiga macam bahan hukum. Bahan hukum pertama adalah bahan hukum primer, yakni peraturan perundang-undangan Indonesia maupun luar negeri, konvensi internasional, dan yurisprudensi baik nasional maupun internasional. Adapun bahan hukum sekunder adalah buku-buku, literatur, dan jurnal-jurnal. Bahan hukum tersier adalah kamus-kamus hukum yang umumnya digunakan untuk mengartikan terminologi-terminologi hukum.
Setelah seluruh data terkumpul, maka selanjutnya data akan dianalisis. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif. Data yang diperoleh dikategorikan menurut kualitas dan kebenarannya kemudian dikaji berdasarkan pemikiran yang logis, baik secara induktif ataupun deduktif untuk menjawab permasalahan. Hasil pengkajian ini adalah suatu uraian yang bersifat deskriptif-kualitatif


Daftar Pustaka

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2004.
van Apeldoorn, L. J., Pengantar Ilmu Hukum (terj., Inleiding tot de Studie van het
Nederlandse Recht), Pradnya Paramita, Jakarta, 2008.
Darmodiharjo, Darji dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat
Hukum Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008.
Fuady, Munir, Sosiologi Hukum Kontemporer, Interaksi Hukum, Kekuasaan, dan Masyarakat,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007.
Harahap, Yahya, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Perdata, PT Gramedia, Jakarta,
1991.
Huijbers, Theo, Filsafat Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 1995.
Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1993.
Prayudi, Guse, Kajian tentang Biaya dalam Perkara Pidana, tnp. th., diunduh dari http://www.scribd.com/doc/35081367/Kajian-Tentang-Biaya-Dalam-Perkara-Pidanapada 27 Juni 2011.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Depok, 1984.
Supreme Court of Japan, “Outline of Civil Litigation in Japan”, 2006, diunduh dari
http://www.courts.go.jp/english/proceedings/civil_suit.html pada 24 Juni 2011.
Sutiyoso, Bambang, “Relevansi Kebenaran Formil dalam Pembuktian Perkara
Perdata di Indonesia”, dalam Jurnal Fenomena Vo. 1 No. 2, DPPM UII, 2003.
Winarta, Frans Hendra, Bantuan Hukum di Indonesia: Hak untuk Didampingi Penasihat
Hukum bagi Semua Warga Negara, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2011.
Burgerlijk Wetboek voor Indonesie, Staatsblad 23/1847 diumumkan pada 1847.
Mahkamah Agung Republik Indonesia, “Memberi Keadilan Bagi Para Pencari
Keadilan: Sebuah Laporan Penelitian tentang Akses dan Kesetaraan pada
Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama di Indonesia Tahun 2007-2009”,
Laporan Penelitian, 2010.
______, Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2010,
diunduh dari http://www.pembaruanperadilan.net /images/stories/2. isi cetak
biru.pdf pada 21 Juni 2011.
______, “Sekapur Sirih Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia”, dalam Laporan
Tahunan Mahkamah Agung RI Tahun 2010, diunduh dari http://
www.mahkamahagung.go.id/images/LTMARI-2010.pdf pada 27 Juni 2011.
Pengadilan Negeri Surakarta, Biaya Perkara Perdata, diunduh dari http://pnsurakarta.
go.id/index .php?option=com_content&view=article&id=54:biaya-perkaraperdata&
catid=16:tentang-kami& Itemid=132 pada 22 Juni 2011.
Pengadilan Negeri Yogyakarta, Panjar Biaya Perkara Perdata, diunduh dari http://
www.pn-yogyakota.go.id/pnyk/component/content/article/10-info-perkara/22-biayaperkara.
html pada 22 Juni 2011.
PERMA Nomor 1 Tahun 1982 tentang Peraturan Mahkamah Agung Nomor Tahun 1980 Yang Disempurnakan, ditetapkan pada 11 Maret 1982.
PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, ditetapkan
pada 31 Juli 2008.
PP Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan
Hukum Secara Cuma-Cuma, LNRI 2008/214, TLNRI 4955, ditetapkan pada
30 Desember 2008.
Reglement op de Rechtsvordering, Staatsblad 52/1847 jo. 63/1849.
SEMA Nomor 3 Tahun 1998 tentang Penyelesaian Perkara, ditetapkan pada 10
September 1998.
SEMA Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum,
dikeluarkan pada 30 Agustus 2010.
SEMA Nomor 17 Tahun 1983 tentang Biaya Perkara Pidana, dikeluarkan pada 8
Desember 1983.
UU Darurat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1951 tentang Tindakan-tindakan
Sementara untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan dan Acara
Pengadilan-pengadilan Sipil, diundangkan pada 14 Januari 1950.
UUD NRI Tahun 1945.
UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 14 Tahun 1985
tentang MA, LNRI 2009/3, TLNRI 4958, diundangkan pada 12 Januari 2009.
UU Nomor 35 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, LNRI 1999/165, TLNRI 3886,
diundangkan pada 23 September 1999.
UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, LNRI 2009/157, TLNRI
5076, diundangkan pada 29 Oktober 2009.
UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, LNRI
1981/76, TLNRI 3209, diundangkan pada 31 Desember 1981


Nama :
1.     Muhammad nur alfajri
2.     Dana achmadi
3.     Hamzah mutakin
4.     Viki setiadi
Kelas : 2EB08