Selasa, 18 Juni 2013

Tugas 1 Perekonomian Indonesia


Pemikiran dan pembahasan tentang Sistem Perekonomian Indonesia secara komprehensif dimulai oleh Mohamad Hatta, dengan bukunya yang berjudul ‘Ekonomi Terpimpin’ pada tahun 1967. Dalam pemikirannya Hatta mengacu pada UUD1945,yaitu pasal 27 ayat 2,pasal 33 dan 34. Namun konsep ini tidak dikembangkan dan hanya menjadi dokumen resmi mengenai suatu system ekonomi yang dianut oleh Negara. Menurut Emil Salim, dalam perkembangannya
sejak 1945, sistem ekonomi Indonesia bergerak dari kiri dan kekanan mengikuti gerak bandul jam. Mula-mula mengarah kepada haluan sosialis, tetapi kemudian berbalik ke kanan, ke haluan liberal. Sejak Orde Baru gerak bandul jam itu diusahakan untuk diseimbangkan, sehingga akhirnya pada akhir dasawarsa 70-an dicapai titik keseimbangan menjadi Sistem Ekonomi Pancasila.
Sesudah 1945 sampai dengan tahun 1966, telah berkembang tiga tahap dalam kecenderungan kebijaksanaan ekonomi. Dalam periode 1945-1950 terjadi percampuran antara liberalisme dan sosialisme dalam situasi di persimpangan jalan. Dalam tahun 1950-1959 terjadi kecenderungan kearah ekonomi liberal yang member peluang kepada masyarakat untuk mengembangkan perekonomian, tanpa banyak intervensi negara. Perkembangan koperasi lebih digerakkan oleh gerakan koperasi daripada pembangunan koperasi oleh pemerintah. Tapi sejak 1959 terjadi kecenderungan yang kuat ke arah sosialisme, yaitu sosialisme Indonesia, suatu bentuk sosialisme yang bercorak nasional. Kecenderungan ini ditandai oleh tiga gejala yaitu: intervensi pemerintah dalam kehidupan ekonomi, pengembangan badan usaha milik negara (BUMN) pembinaan koperasi dan pemberdayaan ekonomi rakyat.
Pada masa liberal, telah muncul tiga pemikir ekonomi Indonesia yang memiliki kecenderungan yang berbeda. Hatta, lebih menekankan kepada pengembangan koperasi. Sumitro Djojohadikusumo lebih cenderung pada menampilkan peranan BUMN. Sedangkan Sjafruddin Prawiranegara menekankan preferensinya pada pengembangan sektor swasta, termasuk asing dalam pengembangan perekonomian Indonedia. Konsep yang secara jelas mencerminkan suatu sistem baru terjadi pada tahun 1966 dalam naskah Ketetapan (TAP) No.XXIII/MPRS/1966 yang melandasi pembangunanberencana jangka panjang. Konsep sistem itu tercermin dalam pemeranan Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) sebagai penyusun rencana pembangunan setiap lima tahunan.
Semenjak Pemerintahan Orde Baru 1965, telah terbit banyak UU , Peraturan Pemerintah dan Instruksi Presiden. Memang secara umum terkesan bahwa sistem ekonomi yang berkembang pada masa Orde Baru itu adalah suatu bentuk sistem ekonomi liberal atau sistem perekomian campuran. Jika ciri utamanya liberal maka yang menonjol adalah kebijaksanaan moneter.Tapi jika lebih sosial cirinya adalah kebijaksanaan fiskal. Baru pada tahun 1979, Emil Salim mencoba mengidentifikasi sistem perekonomian Indonesia dengan nama Sistem Ekonomi Pancasila (SEP). Tapi Emil Salim tidak memperinci substansi dan detail dari SEP itu. Pada tahun 1980, Mubyarto mencoba mengidentifikasi ciri-ciri SEP yaitu Pertama, Roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, moral dan sosial. Kedua, kehendak yang kuat dari seluruh masyarakat kearah keadaan pemerataan sosial sesuai azas-azas kemanusiaan. Ketiga, Prioritas kebijaksanaan
ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang tangguh yang berarti nasionalisme menjiwai tiap kebijaksanaan ekonomi. Keempat koperasi merupakan soko guru perekonomian dan bentuk yang paling kongkret dari usaha bersama. Kelima adanya imbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di tingkat nasional dan desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi untuk menjadi keadilan ekonomi dan sosial.


Pada hakikatnya, masalah ekonomi bersumber dari adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia dan alat pemuas kebutuhan yang tersedia. Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan terjadinya kelangkaan alat pemuas kebutuhan, dan pada akhirnya menyebabkan munculnya masalah ekonomi. Ketidak merataan hasil pembangunan, rendahnya pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketergantungan terhadap pihak luar negeri (untuk negara-negara berkembang termasuk Indonesia).
Solusi untuk memecahkan permasalahan ekonomi tersebut berkaitan erat dengan
sistem ekonomi yang dianut oleh negara yang bersangkutan.
Solusi Pemecahan Masalah Ekonomi sebagai berikut:
1. Kemiskinan
Data BPS menunjukkan bahwa angka kemiskinan Indonesia pada tahun 2008
masih berada pada tingkat yang cukup tinggi, yaitu 15,42.  Bagi pemerintah Indonesia, pemerintah harus menyediakan subsidi (BLT) yang semakin besar, sementara kemampuan keuangan pemerintah (dari dalam negeri) juga tidak lebih baik.

2. Ketidakmerataan pendapatan masyarakat
Hasil pembangunan ekonomi nasional seharusnya dapat dinikmati oleh seluruh penduduk Indonesia secara merata. Namun kenyataannya, kelompok penduduk menengah ke atas cenderung lebih banyak menikmati hasil pembangunan tersebut. Hal ini berarti bahwa hasil pembangunan ekonomi dalam bentuk pendapatan nasional masih lebih banyak dinikmati oleh penduduk yang berpendapatan menengah ke atas. Dengan kata lain masih terjadi ketidakmerataan pembagian pendapatan sebagai hasil pembangunan ekonomi nasional.

3. Pengangguran
Data BPS menunjukkan bahwa angka pengangguran terbuka pada tahun 2009
dibanding dengan tahun sebelumnya menunjukkan kenaikan hingga menjadi 9%.
Apabila jumlah penduduk Indonesia pada pertengahan 2009 naik menjadi sekitar
242,5 juta jiwa, ini berarti jumlah penganggur di Indonesia pada tahun 2009
menjadi sekitar 21,82 juta jiwa.

4. Inflasi yang relatif masih cukup tinggi
Data Moneter Bank Indonesia 2009 menunjukkan bahwa tingkat inflasi pada bulan
Januari 2009 adalah 9,17%. Tingkat inflasi ini lebih rendah dibanding tingkat
inflasi pada bulan Desember 2008 yaitu 11,06

5. Ketergantungan terhadap luar negeri cukup tinggi
Dalam aspek produksi tertentu, pemerintah Indonesia masih bergantung pada (diatur) luar negeri, misalnya dalam hal pengelolaan SDA (sumber daya alam). Hal ini mengakibatkan hasil yang diperoleh bangsa Indo-nesia dari pengelolaan SDA tersebut menjadi tidak optimal. Utang luar negeri pun semakin meningkat, (tahun 2009 mencapai Rp1.667 Triliun).






Sistem Ekonomi
1. Sistem Ekonomi Pasar (Liberalis)
Sistem ekonomi pasar adalah suatu sistem ekonomi di mana perusahaan individual dan swasta membuat keputusan mengenai what, how, dan for whom didasarkan pada pasar. Dengan kata lain, segala keputusan mengenai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat didasarkan pada pasar. Di sini pemerintah tidak ikut campur tangan dalam membuat keputusan yang terkait
dengan kegiatan ekonomi.
2. Sistem Ekonomi Terpimpin (Sosialis)
Sistem ekonomi ini pemerintah mengatur seluruh keputusan yang terkait dengan kegiatan ekonomi. Di sini pemerintah menguasai seluruh sarana produksi, dan masyarakat tinggal melaksanakan keputusan pemerintah yang terkait dengan kegiatan ekonomi.
3. Sistem Ekonomi Campuran
Keputusan yang terkait dengan kegiatan ekonomi diserahkan pada pasar, sementara itu pemerintah berperan sebagai pengawas fungsi pasar.

Indonesia termasuk Negara yang menggunakan sistem ekonomi campuran yang dikenal dengan Sistem Demokrasi Ekonomi (Dawam Raharjo, 1997: xii). Sistem demokrasi ekonomi dapat diartikan sebagai suatu sistem ekonomi di mana kegiatan ekonomi diatur oleh rakyat, dilaksanakan oleh rakyat, dan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Di dalam sistem demokrasi ekonomi ini, segala produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, sedangkan produksi yang lainnya diserahkan pada pasar.

 Sistem Ekonomi Koperasi
.
A. Pengertian dan Nilai-Nilai Dasar Koperasi Indonesia
Menurut UU Perkoperasian yang berlaku sampai saat ini, yaitu UU No. 25 Tahun 1992. Koperasi merupakan badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan Dalam pengertian koperasi tersebut
terkandung nilai-nilai dasar koperasi, antara lain:
1) Koperasi sebagai Badan Usaha
2) Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat
3) Asas Kekeluargaan
4) Prinsip Koperasi

B. Prinsip Koperasi
Menurut pasal 5 UU No. 25 Tahun 1992, prinsip koperasi Indonesia meliputi 5 aspek pokok ditambah 2 aspek prinsip pengembangan, sehingga prinsip koperasi 7 aspek, yaitu:
1. Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka
2. Pengelolaan koperasi dilaksanakan secara demokratis
3. Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil sesuai dengan jasa masing-masing anggota
4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
5. Kemandirian
6. Pendidikan Perkoperasian
7. Kerja sama antarkoperasi

Berdasarkan karakteristik koperasi seperti diuraikan di atas, kita dapat memperoleh gambaran tentang koperasi sebagai suatu sistem ekonomi. Sebagai suatu sistem ekonomi, koperasi dapat dikatakan merupakan salah satu sistem ekonomi campuran. Unsur sosialis tampak dominan dalam koperasi dengan dijunjungtingginya prinsip kebersamaan serta kesamaan hak dan kewajiban bagi anggota koperasi. Di samping itu, prinsip kekuasaan tertinggi di tangan anggota juga merupakan prinsip sentralisasi kekuasaan yang demokratis. Di sisi lain, unsur liberal juga tampak dalam koperasi dengan diakuinya prinsip keadilan (bagi anggota yang
memiliki partisipasi/prestasi tinggi dalam koperasi akan memperoleh bagian
pendapatan yang tinggi pula).

Koperasi sebagai Solusi Masalah Perekonomian Indonesia
1. Koperasi dan Kemiskinan
Dalam hal ini, koperasi akan
menjadi wadah kegiatan ekonomi rakyat yang pada umumnya merupakan kelompok menengah ke bawah (miskin).  Dengan wadah koperasi, mereka akan dapat mengembangkan kegiatan ekonominya, sehingga dapat meningkatkan pendapatannya.
2. Koperasi dan Ketidakmerataan Pendapatan
Dengan peningkatan kemampuan pendidikan dan sosial, mereka tentu akan lebih mampu meningkatkan lagi kemampuan ekonominya. Dengan demikian kemampuan ekonomi (pendapatan) mereka akan bertambah semakin besar. Dengan pertambahan kemampuan ekonomi (pendapatan) tersebut diharapkan ketidakmerataan pendapatan antara masyarakat kecil dengan masyarakat menengah ke atas akan semakin diperkecil.
3. Koperasi dan Pengangguran
Apabila koperasi dapat berkembang di setiap wilayah kecamatan di seluruh
Indonesia, dan benar-benar mampu membina kegiatan ekonomi rakyat di
sekitarnya, tentu koperasi akan dapat menciptakan lapangan kerja bagi
masyarakat di sekitarnya. Apalagi jika kegiatan ekonomi (produksi dan distribusi) anggotanya dapat berkembang dengan adanya pembinaan koperasi.
4. Koperasi dan Inflasi
Koperasi merupakan salah satu badan usaha yang sangat potensial untuk melakukan perluasan produksi, karena jumlah koperasi yang sangat banyak dan variasi komoditinya pun sangat banyak. Apabila koperasi dikelola secara benar dan profesional, dengan memperhatikan prinsip-prinsip koperasi (keadilan, kemandirian, pendidikan, dan kerja sama), maka tidak mustahil bahwa koperasi akan dapat mempercepat perluasan produksi.
5. Koperasi dan ketergantungan terhadap luar negeri
Dalam kasus ini, tampaknya koperasi tidak mampu berbuat lebih banyak. Ketergantungan ekonomi terhadap luar negeri cenderung lebih dipengaruhi oleh faktor politik luar negeri pemerintah kita. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang terkait dengan luar negeri, khususnya yang menyangkut utang luar negeri cenderung dipengaruhi oleh faktor kekurangmampuan pemerintah dalam mengelola politik luar negeri. Oleh karena itu terhadap permasalahan ini,
koperasi cenderung tidak mungkin diikutsertakan untuk memecahkan permasalahan tersebut.


KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan, Perekonomian Indonesia masih belum bisa memihak pada kepentingan rakyat banyak, rakyat kecil cenderung masih belum optimal dalam menikmati hasil pembangunan nasional, sehingga terjadi gap yang amat lebar antara golongan kaya dan golongan miskin. Dengan wadah koperasi, rakyat kecil akan dapat mengembangkan kegiatan ekonominya, sehingga rakyat dapat lebih bisa mandiri dengan usaha meraka dan dapat membuka lapangan pekerjaan untuk orang lain untuk meminimalkan pengangguran dan kemiskinan yang ada di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar